Sunday, March 31, 2019

Infantry VS Infantry : Pemberontakan Batalyon 426 tahun 1952

Pada masa awal kemerdekaan, Republik yang baru masih banyak mengalami pergolakan terutama di daerah yang merasa kurang puas dengan kebijakan dari pemerintah pusat. Dari rasa ketidakpuasan ini muncul benih gerakan separatisme di berbagai daerah. Di Jawa khususnya di Jawa Barat sendiri muncul gerakan Darul Islam yang merupakan sebuah gerakan yang memproklamirkan diri sebagai Negara Islam Indonesia dengan Kartosuwiryo sebagai pemimpinnya. Gerakan ini menjadi populer karena mengusung gerakan untuk mendirikan sebuah negara islam yang menggunakan hukum islam di dalamnya. Banyak rakyat yang tergoda dengan janji yang diberikan oleh Darul Islam dan rakyat yang mengikuti Darul Islam menganggap Darul Islam sebagai jawaban atas keadaan mereka yang seakan ditinggalkan oleh Pemerintah RI dimana saat itu di daerah Jawa Barat ditinggalakan oleh Pemerintah RI dampak dari Perjanjian Renville. Dengan hijrahnya Divisi Siliwangi dari Jawa Barat semakin memberikan keleluasaan kepada Darul Islam untuk berkembang di Jawa Barat bahkan sampai melakukan pelebaran kekuasaan ke daerah Jawa Tengah dan berencana sampai menguasai seluruh Jawa.





Paham Darul Islam melakukan perembesan dari kawasan Jawa Barat menuju ke Jawa Tengah melalui seorang yang telah berbaiat kepada Darul Islam yang bernama Amir Fatah. Ia menyebarkan paham radikalnya itu di kawasan Tegal Brebes. Pada saat itu Tegal Brebes adalah sebuah wilayah yang merupakan perbatasan antara kawasan RI dengan Kawasan pendudukan Belanda. Di kawasan itu Amir Fatah awalnya mendirikan sebuah kawasan yang dijadikan daerah boneka yang diploklamirkan mendukung Darul Islam. Setelah memiliki basis yang kuat selanjutnya adalah Amir Fatah cs ini melakukan infiltrasi paham mereka supaya bisa masuk ke dalam tubuh TNI. Sasaran mereka adalah Batalyon 423 dan Batalyon 426, tujuan dipilihnya kedua batalyon tersebut juga sangat beralasan. Yon 423 dan Yon 426 adalah batalyon yang dibentuk melalui peleburan laskar yang berideologi islam yang kuat. Yon 423 awalnya adalah barisan Sabilillah yang dibentuk pada masa pemerintahan Jepang dan terus berjuang terutama dalam mempertahankan kemerdekaan yang dikomandani oleh Mayor Basuno. Sedangkan Yon 426 adalah bekas pasukan Hizbullah yang dikomandani oleh Mayor Munawar, pasukan ini berengalaman dalam mempertahankan kemerdekaan di front Mranggen, Demak. diadakan ReRa (restrukturasi dan rasionalisasi) dalam tubuh TNI, pasukan tersebut dilebur dalam kesatuan TNI setingkat Batalyon yang dinamakan Yon 423 “Sunan Murio” dan Yon 426 “Sunan Bintoro”. Pada kenyataannya, kedua Yon ini anggotanya adalah penganut islam yang keras dan radikal yang banyak anggotanya merupakan simpatisan Darul Islam. Yon 423 dan Yon 426 mulai banyak disusupi paham Darul Islam yang terbukti pada saat Yon 423 menjaga kawasan Tegal Brebes mereka memberikan bantuan peluru dan senjata pada gerombolan Amir Fatah, gerombolan yang seharusnya mereka tumpas.

Yon 423 dan Yon 426 sering melakukan rapat gelap dan rahasia dengan Amir Fatah untuk melaksanakan sebuah pemberontakan yang bertujuan melakukan perluasan wilayah ke Jawa Tengah. Setelah beberapa rapat di berbagai tempat diadakan ditetapkan lah sebuah tanggal yang dinamakan Hari ‘H’ yaitu tanggal 12 Desember 1951, sebelum tanggal itu mereka melakukan beberapa persiapan antara lain pembagian wilayah tanggung jawab, suplai amunisi, bahkan sampai menyembunyikan senjata di dalam tanah guna mengelabui intel TNI. Namun dari pihak TNI yaitu TT IV Diponegoro ternyata sudah memcium kebusukan yang dilakukan kedua Yon tersebut. Petunjuk tersebut didapat dari beberapa kecurigaan antara lain, ditemukan sebuah dokumen yang dibawa oleh seorang komandan TII yang tewas terbunuh di daerah Brebes yang di dalam dokumen tersebut menuliskan rencana pemberontakan Yon 423 da Yon 426. Dari pihak TT IV Diponegoro awalnya melakukan pendekatan secara persuasif, untuk Yon 423 mengalami rotasi yaitu pemindahan dari medan tugasnya dari Brebes keluar Jawa yaitu ke Pulau Seram yang bertujuan menghindari semakin merasuknya paham Darul Islam. Untuk Yon 426 dilakukan pemanggilan pada komandan mereka yaitu Mayor munawar selaku DanYon 426 dan Kapten Sofyan selaku komandan Kompi 1. Namun dari panggilan yang dilayangkan hanya mayor munawar saja yang datang tidak dengan Kapten Sofyan yang memilih mangkir dan menyatakan memberontak. Kapten Sofyan bahkan mempersenjatai Yon 426 di Kudus untuk melakukan desersi dan memajukan rencana pemberontakan.






Pihak TT IV Diponegoro merespon gerakan Kapten Sofyan tersebut dengan menyiapkan pasukan untuk melakukan pengepungan di Kudus dan menganggap gerakan Yon 426 sebagai pemberontakan dan desersi yang harus ditumpas. Dugaan mereka diperkuat dengan dibunuhnya Mayor Basuno komandan Yon 423 di rumahnya di Jatingaleh yang dianggap gagal menghentikan dihentikannya pemindahan Yon 423 keluar Jawa. Yon 426 dan Yon 423 yang di proyeksikan akan menjadi kekuatan utama pemberontakan gagal dan melakukan pemberontakan prematur yang hanya berkekuatan Yon 426. Yon 426 berkekuatan 5 Kompi dimana 2 Kompi pimpinan Kapten Alief sedang menjalani pemusatan latian di Dodik Magelang. Kolonel Subroto selaku Panglima TT IV Diponegoro memerintahkan 3 batalyon melakukan pengepungan yaitu Yon 424, 421, dan 425 yang dilengkapi satu Kompi Kaveleri yang dikomandani oleh Mayor Pratono. Mereka melakukan pengepungan Yon 426 di markas mereka di Kudus. Situasi menjadi genting dan kacau, dimana terjadi hadap hadapan antar pasukan TNI. Sebuah pemandangan yang janggal padahal saat menghadapi Belanda mereka pernah bahu membahu berjuang beriringan sekarang mereka berhadap hadapan.

Pada pukul 05.00 WIB markas Yon 426 sepenuhnya terkepung, Mayor Pratono selaku komandan pengepungan mengultimatum supaya Yon 426 dan Kapten Sofyan mau menyerah dan bersedia di lucuti. Namun muncul jawaban dari dalam markas Yon 426 untuk berfikir sejenak selama 10 menit. Hal itu dikabulkan oleh Mayor Pratono, namun belum selesai diberikan waktu 10 menit terdengar rentetan senjata yang masif dari dalam markas Yon 426. Pasukan TNI yang mengepung membalas dengan sengitnya. Namun kondisi kurang menguntungkan bagi pasukan pengepung dimana posisi mereka kurang strategis, sedangkan Yon 426 bertahan di balik dinding markas yang mereka jadikan sebagai basis pertahanan yang kuat. Pasukan TNI yang mengepung sempat kualahan, muncul ide untuk membakar habis markas Yon 426 namun dicegah oleh Mayor Pratono karena tidak menginginkan korban sia sia dari sipil yang pemukimannya berada disekitarnya. Beberapa jam kontak senjata, hujan deras turun yang mengakibatkan kontak senjata terhenti. Hal ini digunakan sebagai upaya untuk Yon 426 melarikan diri dari kepungan TNI. Mereka berhasil melarikan diri dan terus bergerak ke Selatan menuju daerah Klaten yang direncanakan sebagai basis tujuan pergerakan mereka.





Mendengar induk pasukannya memberontak, sisa Yon 426 pimpinan Kapten Alief yang berada di Magelang ikut melakukan pemberontakan. Walaupun sudah dijaga untuk tetap berada di dalam dodik di Magelang, mereka mengelabui pasukan penjaga dan bergerak ke selatan menuju Klaten, tempat dimana pemberontakan direncanakan untuk meletus. Yon 426 bergerak secara teratur menuju titik yang telah direncanakan, gerakan yang mereka lakukan sangat rapi persis menggunakan taktik militer reguler dan juga Yon 426 banyak melakukan gerakan gerilya pada masa revolusi fisik. Untuk itu TT IV Diponegoro membentuk sebuah operasi khusus untuk mengatasi pemberontakan Yon 426 yang dinamakan Operasi Merdeka Timur (OMT) yang di komandani oleh Letkol Moch Bahrun. Kekuatan yang dikerahkan untuk operasi ini tidak main main, total 13 Batalyon dikerahkan untuk memadamkan pemberontakan Yon 426. Kesatuan dari Yon 408, Yon 421, Yon 422, Yon 424, Yon 425, diperkuat oleh kesatuan polisi yang bernama Mobile Brigade (Cikal Bakal Brimob), korps Artilery, Kompi Kaveleri, dan juga bantuan udara dari AURI (TNI AU) yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mobilisasi TNI yang pertama kali menggabungkan kesatuan infantri, kaveleri, artilery dan angkatan udara untuk pertama kali. Hal ini tidak mengherankan karena yang di hadapi juga merupakan ancaman yang serius yaitu Yon bekas TNI yang bersenjatakan senjata organik TNI dan lengkap dengan ideologi ekstrim kanan.





Pemberangusan Yon 426 dibagi dua, dipecah untuk memadamkan dari Jurusan Kudus yang dipimpin oleh Kapten Sofyan dan dari jurusan Magelang yang di pimpin oleh Kapten Alief. Operasi dimulai dengan melakukan pengejaran di daerah Ngupit, Jatinom yang dilakukan oleh Yon 419 dengan bantuan serangan mortir yang gencar memaksa pemberontak mengundurkan diri dari Ngupit, Jatinom. Untuk membersihkan daerah itu ditambah bantuan yaitu pasukan dari Brigade Mangkubumi sebanyak dua kompi (Batalyon 413), 1 Kompi dari B-412, serta 1 peleton Eskadron Lapis Baja. Tidak tahan menghadapi gempuran pasukan TNI, pasukan eks B-426 memilih mundur dan melarikan diri ke arah Dawar, Boyolali. Akan tetapi pergerakan mereka dihadang oleh satu kompi B-416 dan satu peleton Mobrig. Dari tempat ini mereka mundur lagi ke arah Tulung, Malangan dan Ngunut. Akhirnya, mereka pun berhasil lolos dari sergapan.






Melihat keadaan yang begitu genting, Komandan B-417, Mayor Soenaryo, memerintahkan perlawanan. Pasukan B-417 merangsek maju. Pertempuran jarak dekat pun tak terhindarkan lagi. Namun malang bagi Mayor Soenaryo, dalam pertempuran dirinya gugur akibat tertembak oleh pasukan pemberontak dalam baku tembak dekat yang berjarak lima meter. Sedangkan di pihak musuh, Kapt. Sofyan terkena tembakan dan mengalami luka-luka. Setelah merasa tidak dapat mempertahankan pasukannya dan daerah teritorinya, sisa pasukan eks Yon 426 kabur menuju daerah Tegal brebes untuk bergabung dengan jaringan Darul Islam yang lain. Dalam pelariannya itu, mereka terus dikejar oleh pasukan TNI yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa.
Kapten Sofyan dinyatakan meninggal ketika terjadi penyergapan oleh TNI dan jenazahnya di bawa ke Wonogiri. Sisa pelarian eks Yon 426 bergabung dengan sel darul islam Amir Fatah sampai ahirnya mereka akan di tumpas sepenuhnya oleh TNI. Pemberontakan Yon 426 menjadi pelajaran berharga untuk TNI dimana TNI kedepannya memiliki program pembinaan ideologi pancasila untuk memastikan anggotanya teta setia dan berideologi pancasila dan tidak mudah disusupi paham yang bertentangan dengan pancasila. Dan juga untuk pertama kalinya, sejak menjadi organisasi kemiliteran bernama TNI, taktik pasukan kombinasi yang terdiri atas Infantri, Artileri, dan Kaveleri disertai dengan dukungan pasukan udara baru pertama kali terlaksana dan hasinya cukup efektif walaupun dengan beberapa kekurangan namun koordinasi TNI terbilang bagus dan sukses memberantas pemberontakan tersebut. Apalagi yang dihadapi adalah pasukan profesional yang pernah berada di bawah naungan TNI serta memakai senjata organik TNI yang mengakibatkan perlu treatmen serius dalam mengatasinya.

No comments:

Post a Comment